Hukum kurban menurut Abu Hanifa adalah wajib bagi yang mampu. Sedangkan menurut Imam Malik dan Imam as-Syafi’i adalah sunnah muakkad yaitu sunnah yang dikuatkan.
Dengan demikian bagi orang yang mengikuti pendapat imam Abu Hanifa, berkurban adalah wajib baginya jika ia mampu. Artinya jika ia termasuk orang yang mampu berkurban tetapi tidak menunaikannya maka ia berdosa.
Pendapat Imam Abu Hanifa dan Rabi’ah, Al-Awza’i, Al-Laits dan sebagian ulama Mazhab Malik yang mewajibkan hukum kurban berdasarkan dalil sebagai berikut:
- Firman Allah SWT dalam surat al-Kautsar ayat 2:
Artinya: “Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.”
Ayat di atas menunjukkan perintah. Dan sesuai dengan kaedah ushul pada dasarnya perintah itu menunjukkan wajib.
- Hadis Nabi Saw:
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa mempunyai kelonggaran (dana) dan tidak mau berkurban maka janganlah ia mendekati tempatSalatkami.”
Sedangkan menurut Imam malik dan Imam Syafi’i hukum kurban adalah sunnah muakkad. Hal ini senada dengan pendapat jumhur ulama seperti Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Daud Al-Zhahiri, Ibnu Hazm dan lain-lain. Mereka berargumen dengan dalil-dalil berikut:
- Hadis Nabi Saw:
Artinya: Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Nabi Saw bersabda: “Jika sudah masuk sepuluh (Dzulhijjah) dan salah seorang kalian ingin berkurban, maka hendaknya ia tidak menyentuh sedikit pun rambut dan kulitnya.”
Ucapan Nabi “ingin berkurban” dalam hadis di atas adalah dalil bahwa kurban hukumnya sunnah dan tidak wajib.
- Para sahabat sepakat bahwa kurban hukumnya tidak wajib dan tidak ada seorangpun dari mereka yang mengatakan bahwa kurban hukumnya wajib. Imam Mawardi mengatakan bahwa sejumlah riwayat yang dilansir dari Sahabat menunjukkan adanya ijma’ di kalangan mereka bahwa kurban itu tidak wajib.
Berdasarkan dalil-dalil di atas dipahami bahwa pendapat kedua yang mengatakan bahwa kurban hukumnya sunnah muakkadah lebih kuat dibandingkan pendapat pertama. Hal ini berdasarkan:
- Ayat 2 dari surat al-kautsar yang dijadikan dalil wajibnya berkurban, dalam penafsirannya ditemukan banyak pendapat para ulama. Adapun pendapat yang paling masyhur tentang maksud ayat ini adalah: Salatlah karena Allah dan berkurbanlah karena Allah. Artinya ayat ini tidak dalam konteks menjelaskan hukum berkurban tetapi penekanan tentang pentingnya meluruskan niat dalam berkurban yaitu mencari keridhaan Allah.
- Sedangkan Hadis Abu Hurairah yang diriwayatkan Ibnu Majah merupakan hadis mauquf, sebagaimana yang dijelaskan oleh para imam (muhadditsin)